Oleh Ratri
Swastika Wijayanti, M.Pd
Calon Guru Penggerak
Angkatan 7 Kabupaten Bantul
Sistem pamong, Ing Ngarso Sung
Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani menjadi semangat yang
menguatkan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam
pendekatan proses coaching dengan memberdayakan seorang guru (pendidik/pamong)
dengan semangat Tut Wuri Hadayani. Maka perlu kita menghayati dan memaknai cara
berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan
pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi
dengan semangat among (menuntun).
Sebagai seorang guru dengan
semangat Tut Wuri Handayani maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara
berpikir atau mindset sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan
coaching. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog
antara guru dan murid yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang
perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan
Bagaimana keterkaitan
keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran?
Tujuan
dari supervisi akademik adalah untuk mengembangkan kompetensi guru agar dapat
melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid. Untuk dapat melakukan itu
diperlukan paradigma berpikir bertumbuh dan keberpihakan pada murid. Apapun
pendekatan yang digunakan untuk pengembangan kompetensi kesemuanya diawali
dengan paradigma berpikir yang memberdayakan disebutkan di atas bahwa salah
satu pendekatan yang memberdayakan adalah pendekatan coaching. Mengapa coaching
menjadi pendekatan yang memberdayakan? Karena diawali dengan paradigma berpikir
coaching. Salah satu tujuan pengembangan kompetensi diri adalah agar guru
menjadi otonom yaitu dapat mengarahkan mengatur mengawasi dan memodifikasi diri
secara mandiri (self directed, self manager, self monitor dan self modify). Untuk
dapat membantu guru menjadi otonom diperlukan paradigma berpikir dan prinsip
coaching bagi orang yang mengembangkan.
.
A.
Pemikiran
reflektif terkait pengalaman belajar
1.
Pengalaman/materi
pembelajaran yang baru saja diperoleh
Pada modul 2.3 saya mempelajari tentang coaching
yang merupakan proses kolaborasi yang berfokus pada solusi berorientasi pada
hasil dan sistematis di mana coach memfasilitasi peningkatan atas performa
kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari coachee.
Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan
murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi
kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan semua kekuatan
diri pada murid. Sebagai seorang pendidik atau pamong dengan semangat Tut Wuri
Handayani maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau
paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan
pendekatan coaching sebagai salah satu pendekatan komunikasi dengan bersemangat
among/menuntun.
Ada 4 cara berpikir yang dapat melatih guru dalam
menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap
proses komunikasi dan pembelajaran yaitu (1) murid adalah mitra belajar, (2) dialog
yang emansipatif (3) tercipta ruang perjumpaan antara guru dan murid, (4) kasih
dan persaudaraan.
Mitra belajar atau teman belajar guru sejatinya
memiliki cara berpikir bahwa dalam proses coaching keduanya memiliki
kesepahaman yang sama tentang belajar. Ketika mendengarkan murid Guru belajar
mengenali kekuatan dirinya dan juga mengenali kekuatan diri muridnya secara
mendalam. Demikian pula sebaliknya tuntunan yang diberikan guru memberikan
ruang bagi murid untuk menemukan kekuatan dirinya sebagai murid dan sebagai
manusia kecil yang sedang belajar. Ketika guru menciptakan dialog yang
apresiatif bersama muridnya maka guru telah membuka dirinya untuk memberikan
apresiasi terhadap proses belajarnya bersama mereka.
Yang kedua adalah dialog yang dengan emansipatif.
Proses coaching membuka ruang emansipatif bagi guru dan murid untuk merefleksikan
kebebasan mereka melalui kesepakatan dan pengakuan bersama terhadap norma-norma
yang mengikat. Ruang emansipatif memberi peluang bagi murid untuk menemukan
kekuatan kodratnya potensi dirinya dan kekuatan yang dimilikinya melalui dialog
atau percakapan yang jelas. Sedangkan kesepakatan dan pengakuan bersama
terhadap norma-norma ada seperti percakapan yang terjadi di bangun berdasarkan
rasa percaya yang kuat antara guru dan muridnya, tercipta rasa hormat dan
saling menghargai antara guru dan murid, serta guru berdialog dengan murid
sesuai dengan tahapan perkembangan diri murid.
Yang ketiga adalah tercipta ruang perjumpaan
pribadi antara guru dan murid. Proses coaching merupakan sebuah ruang
perjumpaan pribadi antara guru dan murid sehingga keduanya membangun rasa
percaya dalam kebebasan masing-masing. Murid merasa nyaman dan bebas berdialog
dengan guru karena ia percaya bahwa gurunya juga memberikan rasa percaya dan
apresiasi terhadap setiap perjumpaan yang terjadi. Percakapan yang efektif terjadi
memberikan ruang reflektif bagi murid untuk menemukan kekuatan dirinya.
Yang terakhir adalah ada kasih dan persaudaraan
dalam setiap perjumpaan antara guru dan murid. Proses coaching sebagai sebuah
latihan menguatkan semangat Tut Wuri Handayani Yaitu mengikuti,
mendampingi/mendorong kekuatan kodrat murid secara politik berdasarkan cinta
kasih dan persaudaraan tanpa pamrih tanpa keinginan menguasai dan memaksa.
Murid adalah seorang manusia yang memiliki kebebasan untuk mendapatkan cinta
kasih. Guru hadir dalam setiap perjumpaan untuk menciptakan kasih dan
persaudaraan tanpa ikatan atau belenggu tanpa menghakimi tanpa memberikan
asumsi tanpa memberikan asosiasi antara diri murid dan kehidupannya. Percakapan
penuh kasih dan persaudaraan menjadi kekuatan guru untuk menciptakan
pembelajaran yang berpihak pada murid.
Untuk dapat membantu rekan sejawat untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan
menjadi otonom, kita perlu memiliki paradigma berpikir coaching terlebih
dahulu. Paradigma tersebut adalah:
a.
Fokus
pada coachee/rekan yang akan dikembangkan
b.
Bersikap
terbuka dan ingin tahu
c.
Memiliki
kesadaran diri yang kuat
d.
Mampu
melihat peluang baru dan masa depan
2.
Emosi-emosi
yang dirasakan terkait pengalaman belajar
Saat mempelajari mode 2.3 dimulai dari pembelajaran
Mulai dari Diri sampai Aksi Nyata secara mandiri ataupun diskusi asinkron
bersama rekan CGP yang lain tentang materi coaching dalam supervisi akademik
membuat saya semakin memahami materi model 2.3 sehingga menambah motivasi
belajar saya melalui proses diskusi dalam kelompok LMS. Pada saat sesi ruang
kolaborasi memberikan kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan
rekan CGP untuk mempraktikkan coaching secara langsung. Hhal tersebut membuat
saya senang karena dapat berbagi pengetahuan dan belajar dengan rekan CGP.
Untuk bagian demonstrasi kontekstual menambah pengalaman belajar dan saling
berkolaborasi dalam kegiatan praktek coaching dengan tiga rekan CGP. Pada saat
sesi elaborasi dengan instruktur menjadikan saya lebih memahami lagi tentang
materi model. Hal yang paling menarik saat melakukan aksi nyata di mana saya berlatih
menjadi seorang supervisor. Kegiatan supervisi akademik dengan menggunakan
coaching merupakan pengalaman pertama dalam mengimplementasikan praktek
coaching dalam kegiatan supervisi akademik pengalaman yang menarik dan
menjadikan sebuah proses pembelajaran yang sangat berkesan.
3.
Apa yang
sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar
Hal yang sudah baik dalam keterlibatan proses
coaching melalui supervisi akademik yaitu saya menjadi lebih memahami alur atau
proses coaching yang pada intinya proses untuk menggali potensi orang yang
disupervisi. Dalam kegiatan coaching supervisi akademik saya menggunakan
prinsip coaching yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi.
Dalam kegiatan coaching 3 kompetensi yang selalu saya kembangkan yaitu kehadiran
penuh, mendengarkan aktif dan mengajukan pertanyaan berbobot.
4.
Apa yang
perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar
Hal yang belum saya perbaiki terkait dengan
ketelibatan diri saya adalah bagaimana menyelaraskan pemahaman supervisi
akademik sejatinya adalah untuk membantu rekan sejawat menemukan solusi atas
permasalahannya, bukan untuk menilai atau mencari kesalahan dari pembelajaran
yang dilaksanakan. Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi saya,
karena untuk menyelaraskan pemahaman ini membutuhkan proses dan waktu yang
lumayan panjang karena terkaot regulasi yang sudah ebrjalan dimana supervise
akademik dimaknai menjadi sebuah proses penilaian kinerja.
Untuk mengatasi masalah tersebut saya dapat
menlakukan sosialisasi tentang apa sebenarnya supervisi akademik menggunakan
konsep coaching itu beserta contoh penerapan nyata, dan membangun komunikasi dan koordinasi yang baik
dengan rekan sejawat, sehingga ketika menghadapi masalah tidak segan untuk
meminta disupervisi.
5.
Keterkaitan
terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi
Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri
pribadi adalah dengan kegiatan coaching ini, saya bisa mengembangkan diri
sendiri dan orang lain. Saat coaching saya bisa mengambil sebuah pengalaman
dari orang lain yang nantinya bisa saya jadikan sebagai refleksi dan tindak
lanjut untuk saya sendiri. Selain itu dalam proses coaching supervisi akademik
ini, saya bisa merencanakan pengembangan diri dari kompetensi yang belum maksimal.
Secara pribadi kegiatan coaching mampu mengasah kematangan diri pribadi menjadi
orang yang lebih dewasa dalam hal pengambilan keputusan dan menghargai solusi
yang disampaikan coachee saat kegiatan coaching.
Percakapan-percakapan coaching membantu saya
berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri
dan komunitas sekolah sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu
pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan
aksi nyata demi tercapainya pembelajaran yang berpihak pada murid.
B.
Analisis
untuk implementasi dalam konteks CGP
1.
Memunculkan
pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih
jauh
Seperti kita ketahui bersama, di sekolah kita
melakukan supervisi akademik untuk mengembangkan kompetensi mengajar guru yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses belajar di kelas. Prinsip dan
paradigma berpikir coaching ini sangat bisa digunakan dalam proses supervisi
ini, agar semangat yang lebih mewarnai proses supervisi adalah semangat yang
memberdayakan, bukan mengevaluasi. Kita ketahui bersama bahwa supervisi
akademik memiliki tujuan untuk mengevaluasi kompetensi mengajar guru dan proses
belajar di kelas. Pertanyaannya, apakah kita bisa mengevaluasi dan juga
sekaligus memberdayakan? Costa dan Garmston (2016) menyampaikan bahwa kita bisa
memberdayakan guru melalui coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi, yang
interaksinya bergantung kepada tujuan dan hasil yang diharapkan. Namun, posisi
awal yang kita ambil adalah posisi sebagai seorang coach, sebelum kita
mengetahui tujuan dan hasil yang diharapkan oleh guru yang akan kita
berdayakan. Oleh sebab itu, prinsip dan paradigma berpikir coaching ini perlu
selalu ada sebelum kita memberdayakan seseorang.
Dalam Pasal 10 ayat 2 Standar Nasional Pendidikan disampaikan
bahwa pelaksanaan pembelajaran diselenggarakan dalam suasana belajar yang
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat minat dan perkembangan fisik
secara psikologis.. Oleh karena itu penting kiranya bagi kita memastikan bahwa
supervisi akademik yang kita jalankan benar-benar berfokus pada proses
pembelajaran sebagaimana yang tertuang dalam standar proses tersebut. Selain bertujuan
untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid supervisi akademik juga
bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah
sebagaimana tertuang dalam standar tenaga kependidikan pada standar proses
tersebut. Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada
murid supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri
dalam setiap pendidik di sekolah sebagaimana tertuang dalam standar tenaga
kependidikan pada standar nasional pendidikan pasal 20 ayat 2. Rangkaian
supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan
dan pengembangan diri guru di sekolahnya.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah kepala
sekolah seperti apakah yang dapat mendorong kita sebagai warga sekolah yang
untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki ground
mindset serta keberpihakan pada murid?
Jawabannya adalah pemimpin sekolah yang dapat
mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan
menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
2.
Mengolah
materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan
(insight) baru
Coaching sebagai kompetensi membangun kemitraan.
Kemitraan dalam proses coaching dapat terbangun dan membuka peluang akselerasi
kesadaran yang mendorong tindakan aksi ketika dilandasi rasa percaya coachee
terhadap coach. Dalam prosesnya kita tidak perlu memandang kesenjangan jabatan
karena supervisi akademik terjadi proses kolaborasi antara coach dan coachee (mitra).
Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee
adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi
coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. Coach bisa
berbagi mengenai pengalamannya yang terkait dengan topik pengembangan coachee,
jika diminta oleh coachee, sebagai salah satu sumber belajar bagi coachee. Kemitraan
ini diwujudkan dengan cara kita membangun kesetaraan dengan orang yang akan
kita kembangkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara
keduanya. Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri kita,
pada saat kita akan mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua, lebih senior,
dan atau lebih berpengalaman. Sebaliknya, kita perlu menumbuhkan rasa rendah
hati pada saat rekan sejawat yang akan kita kembangkan adalah rekan yang lebih
muda, lebih junior, dan atau memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kita.
3.
Menganalisis
tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun
daerah)
Tantangan dalam mengimplementasikan coaching di
sekolah yaitu ketika dihadapkan pada rekan yang dilihat memiliki beban masalah
tetapi sulit untuk terbuka ketika kita mencoba mengajak berbicara dengan
paradigma berfikir coaching. Selain itu ketika berhadapan dengan rekan yang
lebih senior yang belum terbiasa dengan paradigma berpikir coaching sebagai
seorang coach mendapat label menggurui.
4.
Memunculkan
alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi.
Bagaimana alternatif solusi untuk tantangan yang
ada dalam proses coaching berusaha menjadi seorang coach yang mampu membangun
kemitraan yang baik dengan coachee, berusaha menjadi pendengar yang aktif,
memiliki kemampuan komunikasi yang baik, sehingga proses coaching mampu membuat
coachee merasa nyaman dan terbuka. Sehingga dapat menghasilkan proses coaching yang
maksimal yaitu terpecahnya masalah yang dialami coachee dengan solusi-solusi
dari cachee itu sendiri.
C.
Membuat
keterhubungan
1.
Pengalaman
masa lalu
Saya secara rutin 3 bulan sekali
disupervisi oleh Kepala Sekolah. Baik itu supervisi pembelajaran di kelas
ataupun supervisi administrasi. Perasaan saya setiap kali disupervisi ada rasa
gugup. Takut ada kesalahan atau kekurangan saat supervisi dilaksanakan.
Berdasarkan pengalaman saya, saat
observasi saya pertama gugup. Walaupun mungkin sudah dipersiapkan sebaik
mungkin tapi perasaan itu tetap ada. Karena saat supervisi pembelajaran, sikap murid
yang tidak bisa diprediksi atau tidak bisa sesuai dengan apa yang kita harapkan
membuat rencana yang sudah saya buat bisa berubah sedikit menyesuaikan keadaan
di kelas. Saya mengharapkan anak anak bisa berdiskusi dengan aman dan kondusif,
tetapi saat supervisi berlangsung tiba-tiba ada anak yang membuat keributan
sehingga mengganggu pembelajaran yang akhirnya hasil supervisi tidak bisa
seperti yang diinginkan. Maka setelah
kegiatan supervisi akhirnya tidak memuaskan. Tetapi dari hasil supervise yang
tidak seperti yang diharapkan, maka ada evalusi dan refleksi yang dilakukan
agar saya bisa mempersiapkan diri jika ada hal seperti itu terjadi lagi. Dan selama
ini supervisi akademik yang kami lakukan hanya berfokus pada penilaian kinerja
saat pembelajaran di kelas bukan pada solusi dari permasalahan yang ada
dikelas.
2.
Penerapan
di masa mendatang
a. Secara aktif menetapkan tujuan,
membuat rencana, dan menentukan cara untuk mencapainya dalam meningkatkan
kompetensi dan kematangan diri saya.
b. Menfasilitasi guru lain dalam
mengevaluasi pembelajaran berdasarkan data dan tingkat pencapaian murid.
c. Terampil menerapkan pendekatan coaching
untuk pengembangan diri, guru dan rekan sejawat.
3.
Konsep
atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari
Peran sebagai seorang coach di sekolah dan
keterkaitannya dengan materi sebelumnya pada paket modul 2.1 dan 2.2 yaitu
pembelajaran diferensiasi dan pembelajaran sosial emosional
adalah di dalam kompetensi coaching dan alur Tirta sebagai alur percakapan
coaching seorang coach harus melakukan kehadiran penuh atau presence. Salah
satu teknik yang bisa digunakan yaitu STOP dan mindfulness yang sudah dipelajari pada modul 2.2 tentang
pembelajaran sosial dan emosional. Salah satu prinsip coaching yaitu
memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat sehingga percakapan perlu
diakhiri dengan suatu rencana aksi yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan.
Potensi coachee yang beragam membuat keterampilan sosial emosional diperlukan
untuk memaksimalkan potensi coaching.
4.
Informasi
yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP.
Penting coaching dalam Konteks Pendidikan
·
Proses
untuk mengaktivasi kerja otak murid.
·
Pertanyaan-pertanyaan
reflektif dapat membuat murid melakukan metakognisi.
·
Pertanyaan-pertanyaan
dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan
mendalam sehingga murid dapat menunjukkan potensinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar