Selasa, 28 Maret 2023

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Oleh Ratri Swastika Wijayanti, M.Pd

Calon Guru Penggerak Angkatan 7 Kabupaten Bantul

 

 Di dalam Koneksi Antar Materi Modul 2.3 ini kita akan membahas tentang Coaching untuk Supervisi Akademik.

 Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?

 Peran saya sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi adalah Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan adalah “menuntun” tumbuhnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu keterampilan Coaching perlu dimiliki pendidik untuk menuntun segala kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses Coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid. Murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuaran dirinya dan peran pendidik sebagai “pamong“ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuaran dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Sistem pamong, Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani menjadi semangat yang menguatkan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan seorang guru (pendidik/pamong) dengan semangat Tut Wuri Hadayani. Maka perlu kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun).

Sebagai seorang guru dengan semangat Tut Wuri Handayani maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau mindset sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara guru dan murid yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan

  

Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?

 Pendidik adalah penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pemikiran khd tersebut mengingatkan bahwa tugas pendidik sebagai pemimpin pembelajaran adalah menumbuhkan motivasi mereka untuk dapat membangun perhatian yang berkualitas pada materi dengan merancang pengalaman belajar yang mengundang dan bermakna. Kita merencanakan secara sadar pengetahuan keterampilan dan sikap yang dibutuhkan murid-murid untuk mewujudkan kekuatan atau potensinya.

Tujuan dari supervisi akademik adalah untuk mengembangkan kompetensi guru agar dapat melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid. Untuk dapat melakukan itu diperlukan paradigma berpikir bertumbuh dan keberpihakan pada murid. Apapun pendekatan yang digunakan untuk pengembangan kompetensi kesemuanya diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan disebutkan di atas bahwa salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah pendekatan coaching. Mengapa coaching menjadi pendekatan yang memberdayakan? Karena diawali dengan paradigma berpikir coaching. Salah satu tujuan pengembangan kompetensi diri adalah agar guru menjadi otonom yaitu dapat mengarahkan mengatur mengawasi dan memodifikasi diri secara mandiri (self directed, self manager, self monitor dan self modify). Untuk dapat membantu guru menjadi otonom diperlukan paradigma berpikir dan prinsip coaching bagi orang yang mengembangkan.

.

 

A.     Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar

1.      Pengalaman/materi pembelajaran yang baru saja diperoleh 

Pada modul 2.3 saya mempelajari tentang coaching yang merupakan proses kolaborasi yang berfokus pada solusi berorientasi pada hasil dan sistematis di mana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan semua kekuatan diri pada murid. Sebagai seorang pendidik atau pamong dengan semangat Tut Wuri Handayani maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah satu pendekatan komunikasi dengan bersemangat among/menuntun.

Ada 4 cara berpikir yang dapat melatih guru dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran yaitu (1) murid adalah mitra belajar, (2) dialog yang emansipatif (3) tercipta ruang perjumpaan antara guru dan murid, (4) kasih dan persaudaraan.

Mitra belajar atau teman belajar guru sejatinya memiliki cara berpikir bahwa dalam proses coaching keduanya memiliki kesepahaman yang sama tentang belajar. Ketika mendengarkan murid Guru belajar mengenali kekuatan dirinya dan juga mengenali kekuatan diri muridnya secara mendalam. Demikian pula sebaliknya tuntunan yang diberikan guru memberikan ruang bagi murid untuk menemukan kekuatan dirinya sebagai murid dan sebagai manusia kecil yang sedang belajar. Ketika guru menciptakan dialog yang apresiatif bersama muridnya maka guru telah membuka dirinya untuk memberikan apresiasi terhadap proses belajarnya bersama mereka.

Yang kedua adalah dialog yang dengan emansipatif. Proses coaching membuka ruang emansipatif bagi guru dan murid untuk merefleksikan kebebasan mereka melalui kesepakatan dan pengakuan bersama terhadap norma-norma yang mengikat. Ruang emansipatif memberi peluang bagi murid untuk menemukan kekuatan kodratnya potensi dirinya dan kekuatan yang dimilikinya melalui dialog atau percakapan yang jelas. Sedangkan kesepakatan dan pengakuan bersama terhadap norma-norma ada seperti percakapan yang terjadi di bangun berdasarkan rasa percaya yang kuat antara guru dan muridnya, tercipta rasa hormat dan saling menghargai antara guru dan murid, serta guru berdialog dengan murid sesuai dengan tahapan perkembangan diri murid.

Yang ketiga adalah tercipta ruang perjumpaan pribadi antara guru dan murid. Proses coaching merupakan sebuah ruang perjumpaan pribadi antara guru dan murid sehingga keduanya membangun rasa percaya dalam kebebasan masing-masing. Murid merasa nyaman dan bebas berdialog dengan guru karena ia percaya bahwa gurunya juga memberikan rasa percaya dan apresiasi terhadap setiap perjumpaan yang terjadi. Percakapan yang efektif terjadi memberikan ruang reflektif bagi murid untuk menemukan kekuatan dirinya.

Yang terakhir adalah ada kasih dan persaudaraan dalam setiap perjumpaan antara guru dan murid. Proses coaching sebagai sebuah latihan menguatkan semangat Tut Wuri Handayani Yaitu mengikuti, mendampingi/mendorong kekuatan kodrat murid secara politik berdasarkan cinta kasih dan persaudaraan tanpa pamrih tanpa keinginan menguasai dan memaksa. Murid adalah seorang manusia yang memiliki kebebasan untuk mendapatkan cinta kasih. Guru hadir dalam setiap perjumpaan untuk menciptakan kasih dan persaudaraan tanpa ikatan atau belenggu tanpa menghakimi tanpa memberikan asumsi tanpa memberikan asosiasi antara diri murid dan kehidupannya. Percakapan penuh kasih dan persaudaraan menjadi kekuatan guru untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Untuk dapat membantu rekan sejawat  untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan menjadi otonom, kita perlu memiliki paradigma berpikir coaching terlebih dahulu. Paradigma tersebut adalah:

a.      Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan

b.      Bersikap terbuka dan ingin tahu

c.      Memiliki kesadaran diri yang kuat

d.      Mampu melihat peluang baru dan masa depan

2.      Emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar 

Saat mempelajari mode 2.3 dimulai dari pembelajaran Mulai dari Diri sampai Aksi Nyata secara mandiri ataupun diskusi asinkron bersama rekan CGP yang lain tentang materi coaching dalam supervisi akademik membuat saya semakin memahami materi model 2.3 sehingga menambah motivasi belajar saya melalui proses diskusi dalam kelompok LMS. Pada saat sesi ruang kolaborasi memberikan kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan rekan CGP untuk mempraktikkan coaching secara langsung. Hhal tersebut membuat saya senang karena dapat berbagi pengetahuan dan belajar dengan rekan CGP. Untuk bagian demonstrasi kontekstual menambah pengalaman belajar dan saling berkolaborasi dalam kegiatan praktek coaching dengan tiga rekan CGP. Pada saat sesi elaborasi dengan instruktur menjadikan saya lebih memahami lagi tentang materi model. Hal yang paling menarik saat melakukan aksi nyata di mana saya berlatih menjadi seorang supervisor. Kegiatan supervisi akademik dengan menggunakan coaching merupakan pengalaman pertama dalam mengimplementasikan praktek coaching dalam kegiatan supervisi akademik pengalaman yang menarik dan menjadikan sebuah proses pembelajaran yang sangat berkesan.

 

3.      Apa yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar 

Hal yang sudah baik dalam keterlibatan proses coaching melalui supervisi akademik yaitu saya menjadi lebih memahami alur atau proses coaching yang pada intinya proses untuk menggali potensi orang yang disupervisi. Dalam kegiatan coaching supervisi akademik saya menggunakan prinsip coaching yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi. Dalam kegiatan coaching 3 kompetensi yang selalu saya kembangkan yaitu kehadiran penuh, mendengarkan aktif dan mengajukan pertanyaan berbobot.

 

4.      Apa yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar 

Hal yang belum saya perbaiki terkait dengan ketelibatan diri saya adalah bagaimana menyelaraskan pemahaman supervisi akademik sejatinya adalah untuk membantu rekan sejawat menemukan solusi atas permasalahannya, bukan untuk menilai atau mencari kesalahan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi saya, karena untuk menyelaraskan pemahaman ini membutuhkan proses dan waktu yang lumayan panjang karena terkaot regulasi yang sudah ebrjalan dimana supervise akademik dimaknai menjadi sebuah proses penilaian kinerja.

Untuk mengatasi masalah tersebut saya dapat menlakukan sosialisasi tentang apa sebenarnya supervisi akademik menggunakan konsep coaching itu beserta contoh penerapan nyata, dan membangun komunikasi dan koordinasi yang baik dengan rekan sejawat, sehingga ketika menghadapi masalah tidak segan untuk meminta disupervisi.

 

5.      Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi

Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi adalah dengan kegiatan coaching ini, saya bisa mengembangkan diri sendiri dan orang lain. Saat coaching saya bisa mengambil sebuah pengalaman dari orang lain yang nantinya bisa saya jadikan sebagai refleksi dan tindak lanjut untuk saya sendiri. Selain itu dalam proses coaching supervisi akademik ini, saya bisa merencanakan pengembangan diri dari kompetensi yang belum maksimal. Secara pribadi kegiatan coaching mampu mengasah kematangan diri pribadi menjadi orang yang lebih dewasa dalam hal pengambilan keputusan dan menghargai solusi yang disampaikan coachee saat kegiatan coaching.

Percakapan-percakapan coaching membantu saya berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolah sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya pembelajaran yang berpihak pada murid.

 

B.     Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP

1.      Memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh

Seperti kita ketahui bersama, di sekolah kita melakukan supervisi akademik untuk mengembangkan kompetensi mengajar guru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses belajar di kelas. Prinsip dan paradigma berpikir coaching ini sangat bisa digunakan dalam proses supervisi ini, agar semangat yang lebih mewarnai proses supervisi adalah semangat yang memberdayakan, bukan mengevaluasi. Kita ketahui bersama bahwa supervisi akademik memiliki tujuan untuk mengevaluasi kompetensi mengajar guru dan proses belajar di kelas. Pertanyaannya, apakah kita bisa mengevaluasi dan juga sekaligus memberdayakan? Costa dan Garmston (2016) menyampaikan bahwa kita bisa memberdayakan guru melalui coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi, yang interaksinya bergantung kepada tujuan dan hasil yang diharapkan. Namun, posisi awal yang kita ambil adalah posisi sebagai seorang coach, sebelum kita mengetahui tujuan dan hasil yang diharapkan oleh guru yang akan kita berdayakan. Oleh sebab itu, prinsip dan paradigma berpikir coaching ini perlu selalu ada sebelum kita memberdayakan seseorang.

Dalam Pasal 10 ayat 2 Standar Nasional Pendidikan disampaikan bahwa pelaksanaan pembelajaran diselenggarakan dalam suasana belajar yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat minat dan perkembangan fisik secara psikologis.. Oleh karena itu penting kiranya bagi kita memastikan bahwa supervisi akademik yang kita jalankan benar-benar berfokus pada proses pembelajaran sebagaimana yang tertuang dalam standar proses tersebut. Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah sebagaimana tertuang dalam standar tenaga kependidikan pada standar proses tersebut. Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah sebagaimana tertuang dalam standar tenaga kependidikan pada standar nasional pendidikan pasal 20 ayat 2. Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah kepala sekolah seperti apakah yang dapat mendorong kita sebagai warga sekolah yang untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki ground mindset serta keberpihakan pada murid?

Jawabannya adalah pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.

 

2.      Mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru

Coaching sebagai kompetensi membangun kemitraan. Kemitraan dalam proses coaching dapat terbangun dan membuka peluang akselerasi kesadaran yang mendorong tindakan aksi ketika dilandasi rasa percaya coachee terhadap coach. Dalam prosesnya kita tidak perlu memandang kesenjangan jabatan karena supervisi akademik terjadi proses kolaborasi antara coach dan coachee (mitra). Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. Coach bisa berbagi mengenai pengalamannya yang terkait dengan topik pengembangan coachee, jika diminta oleh coachee, sebagai salah satu sumber belajar bagi coachee. Kemitraan ini diwujudkan dengan cara kita membangun kesetaraan dengan orang yang akan kita kembangkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara keduanya. Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri kita, pada saat kita akan mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua, lebih senior, dan atau lebih berpengalaman. Sebaliknya, kita perlu menumbuhkan rasa rendah hati pada saat rekan sejawat yang akan kita kembangkan adalah rekan yang lebih muda, lebih junior, dan atau memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kita.


3.      Menganalisis tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun daerah)

Tantangan dalam mengimplementasikan coaching di sekolah yaitu ketika dihadapkan pada rekan yang dilihat memiliki beban masalah tetapi sulit untuk terbuka ketika kita mencoba mengajak berbicara dengan paradigma berfikir coaching. Selain itu ketika berhadapan dengan rekan yang lebih senior yang belum terbiasa dengan paradigma berpikir coaching sebagai seorang coach mendapat label menggurui.


4.      Memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi.

Bagaimana alternatif solusi untuk tantangan yang ada dalam proses coaching berusaha menjadi seorang coach yang mampu membangun kemitraan yang baik dengan coachee, berusaha menjadi pendengar yang aktif, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, sehingga proses coaching mampu membuat coachee merasa nyaman dan terbuka. Sehingga  dapat menghasilkan proses coaching yang maksimal yaitu terpecahnya masalah yang dialami coachee dengan solusi-solusi dari cachee itu sendiri.

C.     Membuat keterhubungan

1.      Pengalaman masa lalu

Saya secara rutin 3 bulan sekali disupervisi oleh Kepala Sekolah. Baik itu supervisi pembelajaran di kelas ataupun supervisi administrasi. Perasaan saya setiap kali disupervisi ada rasa gugup. Takut ada kesalahan atau kekurangan saat supervisi dilaksanakan.

Berdasarkan pengalaman saya, saat observasi saya pertama gugup. Walaupun mungkin sudah dipersiapkan sebaik mungkin tapi perasaan itu tetap ada. Karena saat supervisi pembelajaran, sikap murid yang tidak bisa diprediksi atau tidak bisa sesuai dengan apa yang kita harapkan membuat rencana yang sudah saya buat bisa berubah sedikit menyesuaikan keadaan di kelas. Saya mengharapkan anak anak bisa berdiskusi dengan aman dan kondusif, tetapi saat supervisi berlangsung tiba-tiba ada anak yang membuat keributan sehingga mengganggu pembelajaran yang akhirnya hasil supervisi tidak bisa seperti yang diinginkan.  Maka setelah kegiatan supervisi akhirnya tidak memuaskan. Tetapi dari hasil supervise yang tidak seperti yang diharapkan, maka ada evalusi dan refleksi yang dilakukan agar saya bisa mempersiapkan diri jika ada hal seperti itu terjadi lagi. Dan selama ini supervisi akademik yang kami lakukan hanya berfokus pada penilaian kinerja saat pembelajaran di kelas bukan pada solusi dari permasalahan yang ada dikelas.

 

2.      Penerapan di masa mendatang

a.    Secara aktif menetapkan tujuan, membuat rencana, dan menentukan cara untuk mencapainya dalam meningkatkan kompetensi dan kematangan diri saya.

b.    Menfasilitasi guru lain dalam mengevaluasi pembelajaran berdasarkan data dan tingkat pencapaian murid.

c.    Terampil menerapkan pendekatan coaching untuk pengembangan diri, guru dan rekan sejawat.

 

3.      Konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari

Peran sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya pada paket modul 2.1 dan 2.2 yaitu pembelajaran diferensiasi dan pembelajaran sosial emosional adalah di dalam kompetensi coaching dan alur Tirta sebagai alur percakapan coaching seorang coach harus melakukan kehadiran penuh atau presence. Salah satu teknik yang bisa digunakan yaitu STOP dan mindfulness  yang sudah dipelajari pada modul 2.2 tentang pembelajaran sosial dan emosional. Salah satu prinsip coaching yaitu memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat sehingga percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana aksi yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan. Potensi coachee yang beragam membuat keterampilan sosial emosional diperlukan untuk memaksimalkan potensi coaching.

 

4.      Informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP.

Penting coaching dalam Konteks Pendidikan

·           Proses untuk mengaktivasi kerja otak murid.

·           Pertanyaan-pertanyaan reflektif dapat membuat murid melakukan metakognisi.

·           Pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam sehingga murid dapat menunjukkan potensinya

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Oleh Ratri Swastika Wijayanti, M.Pd Calon Guru Penggerak Angkatan 7 Kabupaten Bantul     Di dalam Koneksi Antar Materi Modul 2.3 ini k...